PELER NEGRIKU
Jajang R Kawentar
Kamus besar bahasa Indonesia tidak memiliki peler. Buku tersebut merupakan salah satu buku yang menentang dan menantang peler. Kamus itu perlu dipertimbangkan lagi keabsahannya. Mungkin kamus tersebut berbasis aliran kekiri-kirian. Konon yang memiliki aliran kanan atau kiri sama-sama memiliki penyakit susah menoleh. Ini berbahaya, bisa menyesatkan. Tidak bisa memandang jauh ke depan, berjalan menyamping. Sebaiknya kamus itu dibakar. Ini kebijaksanaan. Ini perintah pemerintah. Karena kamus tersebut tidak ada pelernya. Peler tidak tertera di sana. Apalagi setelah ditinjau ulang nanti, Kelentit pun tidak ada, ini ‘kan eksistensi gender. Jangan sampai diskriminasi itu terjadi dalam kamus besar Indonesia.
Siapakah yang senang dengan bakar-membakar buku? Bahkan membakar intelektualitas, menculik dan membunuh aktor intelektualitas, mencuci intelektualitas dengan diterjen dan air comberan. Makanya intelektualitas sekarang menjadi kotor, bau busuk dan berjamur. Berkembang bagai jamur.
Wawasan intelektualitas habis. Aktor intelektual habis. Sekarang yang ada tinggal kroco-kroco. Intelektual yang jamuran, bau busuk dan kotor. Ya wajar kalau keadaan sekarang semakin lapuk dan jamur tumbuh semakin subur. Tunggulah kehancuran. Kata tuhan dalam kitab, dan berpidato di gedung putihnya, di markasnya. Sekali digoyang dombret, digoyang inul, dak ku ku deh. Aktor intelektual yang jamuran pasti cakar-cakaran. Berebut lahan omprengan. Masyarakatnya jantungan. Tiap hari ada saja yang kena tikam. Pejabatnya preman. Bawahannya bajingan. Pendidikannya penjarahan, pemerkosaan, pelecehan, perselingkuhan, pembunuhan. Negri macam apa ini, Tuhan?
Salah satu cara mengatasi jamur yang tumbuh subur dan semakin berkembang. Harus dirancang program pendidikan Nasional tentang Iqro: bacalah. Terbitkanlah berbagai macam buku sebanyak-banyaknya. Wajibkan kepada para mahasiswa dan pelajar untuk membaca sebanyak-banyaknya. Kalau tidak, mahasiswa dan pelajar itu yang kita bakar. Ini program reintelektualisasi anak negri. ini kebijaksanaan. Ini perintah pemerintah. Kita harapkan intelektualitas tumbuh kembali, disirami buku-buku. Buku-buku menjamur dan intelektualitas semakin subur. Kalau tidak tunggulah kehancuran. Budaya asing tak terkendali dan pendidikan mengerogoti tubuh yang bobrok dan rapuh, lahan yang nyaman bagi tumbuh jamur. Bagaimana dengan masyarakatnya? Sama saja.
Jamur akan berkuasa menjelma menjadi peler.
Pada mulanya peler adalah sesuatu yang menjijikkan, tetapi lama kelamaan menjadi sesuatu yang unik. Setelah mencoba mencicipinya ternyata selalu ketagihan ingin bertambah, bahkan terus bertambah. Peler semacam candu. Ada sebagaian yang selalu ingin berlebihan. Ada juga yang biasa-biasa saja, maksudnya di luar tidak menampakkan kerakusannya tetapi ketika di dalam seperti yang belum makan sebulan. Ada juga yang mencemooh. Ih saru! Jorok! Haram! Inilah romantikanya peler kita. Mungkin kamus besar bahasa Indonesia itu belum pernah mencoba mencicipi peler. Makanya ia tidak punya peler
Perdagangan peler sekarang sudah sangat merakyat, populer. Sama dengan lagu dangdut. Tidak hanya di jajakan di salon-salon, atau hotel-hotel, atau di lokalisasi. Di warung pojok sampai di emper-emper toko, di pinggir-pinggir jalan, bahkan di jajakan oleh salesman door to door. Memang ada berbagai jenis peler yang beredar di pasaran Nasional. Ada yang local (Jawa, sunda, madura, Sumatra, dst,) blasteran, Bangkok, dan Australia. Masing-masing jenis harganya bervariasi. Yang pasti apabila saling memuaskan, bisa jadi transaksi gratis. Dan biasanya ada bonus serta voucher, nonton BF 4 Bandung lautan asrama.
Konon katanya peler Indonesia menjadi komoditi eksport yang sangat menjanjikan. Karena bisa menambah devisa. Meskipun komoditi ini juga bersaing ketat dengan peler import, yang sepertinya melebihi kuota. Ditambah lagi dengan import paha ayam, Kentucy friedchiken, Mc Donald, texas chiken dan masih banyak lagi. Sehingga menjadikan harga peler Indonesia merosot tajam begitupun pempek Palembang. Ini diakibatkan oleh para spekulan importir daging mentah dan paha ayam tersebut, yang semena-mena. Tanpa memikirkan pengusaha dan eksportir peler nasional dan tradisional.
Untuk itu perlu dibuatkan undang-undang yang jelas tentang tatacara eksport dan import daging mentah dan paha ayam. Supaya tidak menimbulkan implasi pendapatan pengusaha peleeer nasional dan tradisional. Jangan hanya memikirkan dagangan orang asing, sementara pedagang local terpinggirkan. Jadi untuk apa pemerintahan negara ini kalau tidak dapat melindungi masyarakatnya. Tidak dapat menjaga harga diri, jiwa dan hak milik rakyatnya dari keganasan orang asing. Sebagai sikap negara berkedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan………..dst.
Disamping itu perlunya penyuluhan secara menyeluruh bagi pemilik peler dan para pengusaha peler. Bagaimana menciptakan peler yang bermutu tinggi, renyah, gurih, berkualitas, tahan lama, kuat dan terjaga kebersihan serta kesehatannya. Atau bagaimana menjaga agar peler tetap terjaga kehigienisannya. Jangan terlalu banyak memakai pupuk urea atau obat-obatan yang mempercepat pertumbuhan seperti ayam buras. Sehingga akan membuatnya cepat dewasa, besar, tetapi lemah. Sebaiknya lebih mengutamakan yang alamiah, bukan rekayasa. Sehingga kekuatan dan cita rasa peler nasional kita diperhitungkan negri paman Sam dan mendapatkan pengakuan dunia internasional. Bila perlu, kita meminta lisensi dari Amerika. Biar kelihatan gagah.
Meskipun sebagian besar produksi peler nasional masih diduduki oleh kaum miskin kota: buruh pabrik, pedagang asong, anak jalanan, petani, nelayan, dan para urban dari desa-desa miskin. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi peler terus dilakukan, tanpa lelah. Walau begitu tetap kita harus punya prinsip. Bahwa mereka hanya menjual peler miliknya, serta mengkoordinirnya. Menjadi komoditas andalan dan unggulan. Mereka dilarang menjual desa, bangsa dan identitasnya. Mereka menjual peler hanya untuk menukarkan harga lapar dengan harga beras dan bahan pokok lainnya.
“Habis, tidak satupun yang perduli dengan kehidupan kami, kecuali diri kami sendiri. Sebab negara sudah tidak kuasa. Sebab negara sibuk dengan urusan pribadinya, sebab negara sibuk dengan perutnya sendiri”, kata mereka.
Jangan ganggu peler kami. Hak milik kami seutuhnya.
Hanya peler yang mampu mensejahterakan hidup kami,
Hanya peler yang mampu membayar hutang-hutang kami
Hanya peler yang membayar gaji kami
Hanya peler yang menghidupi anak-anak kami
Hanya peler yang memberikan peluang kerja kami
Hanya peler yang membayar kotrakan rumah kami
Hanya peler yang membiayai kesehatan kami
Hanya peler yang menjadi modal kami
Apakah negara mampu ngurusi dan menjaga kepentingan kami, keluarga kami, saudara kami, bangsa kami dan wilayah kami?
Negara hanya berpikir kepentingannya sendiri, mengeruk kekayaan wilayah dan jerih payah kami, serta memeras bangsanya sendiri.
Hanya peler satu-satunya pendekar kami
Hanya Peler penyelamat bangsa
Siapapun menggugatnya akan kena batunya
Peler negri bersatu tak bisa dikalahkan
Anda punya peler mari bersatu
Sumbangkan peler anda
Membayar bank dunia
Desas-desus Peler
Desus pertama. Peler akan menjadikan dirinya sebuah idiologi baru di negri tercinta ini. Penganut idiologi ini kebanyakan kaum muda Indonesia. Diantaranya para pelacur, bandit-bandit, pejabat korup, penjual hukum, penjual agama dan masih banyak lagi. Idiologi peler ini diprediksikan akan membawa berkah dan sebagai idiologi masa depan yang berwawasan humanistis, sosialistis dan berbau agamis, yang akan meluluhlantakkan idiologi yang ada sebelumnya. Idiologi peler merupakan idiologi dahsyat, berkekuatan jin dan setan yang ada di bumi ini. Tuhannya adalah kekayaan, dendam, nafsu syahwat, ilmu pemgetahuan, teknologi dan uang.
Desus kedua. Peler akan dijadikan cindramata. Atau dijadikan sebagai bahan produksi seni kerajinan lainnya. Umpamanya bross, konde, gantungan kunci, hiasan di mobil, patung di taman, sebagai asbak rokok, dompet, tutup botol, mainan anak, mainan bapak ibu, gagang sedokan, gagang sapu, dan peralatan dapur lainnya.
Diharapkan dari sector seni kerajinan peler ini akan menambah pendapatan rakyat dan tumbuhnya home industry seni kerajinan rakyat. Sehingga menumbuhkan sector perekonomian rakyat yang terpadu, dengan budidaya peler yang lebih maju. Basis ekonomi kerakyatan pun menjadi nyata. Pengangguran, krisis ekonomi akan tertanggulangi. Dengan demikian pendidikan akan lebih maju. Orang tua akan mampu menyekolahkan anak-anaknya. Sekolah yang mendidik, bukan sekolah sebagai candu. Dengan pendidikan orang akan berpikir merdeka. Dan diharapkan akan memerdekakan dari penjajahan yang menjamur seperti peler.
Desus ketiga. Kabar gembira bagi sejarah nasional, bahwa setiap generasi peler akan didokumentasikan di museum, sebagai barang bukti sejarah. Supaya anak cucu kita tidak asing lagi dengan peler-peler masa pendahulunya. Sebagai modal perawatan dan perluasan serta pembangunan museum peler nasional, berbagai benda sejarah dan benda purbakala, benda seni sebaiknya di privatisasikan, sama saja dengan BUMN lainnya, atau di jual saja pada pengusaha barang sejarah, kolektor barang antik, atau investor asing. Sebagai modal dan kita gantikan dengan peler nenek moyang, yang turut berjasa dalam memperjuangkan peler sebagai hak yang hakiki dari negri yang memiliki harga diri. Di samping itu sebagai media pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, perlu diadakan penelitian lebih lanjut. Bagaimana manfaat dan pemanfaatannya. Sehingga pengetahuan masyarakat akan terus berkembang.
Desus keempat. Seni sastra peler. Perkembangan sastra akan sangat ditentukan oleh peler. Peler sebagai penentu kebijakan dalam berkarya sastra. Sastrawan harus memiliki kekuatan dan cita rasa peler nasional supaya diperhitungkan negri super power dan mendapatkan pengakuan dunia internasional. Bila perlu kita meminta lisensi Amerika. Supaya sastrawan memegang senjata dan mampu menghalau serta memerangi teroris dalam sastra.
“Ha ha ha ha ha… ah ah ah…,”
“Hi hi hi hi hi… ih ih ih…,” ada yang ketawa ketiwi.
Desus selanjutya masih dalam proses. Sebelumnya nikmati dulu desus peler berikut ini.
Pelermu aduhai
Aku tunduk padamu
Tiada dua
Hanya untukmu
Hanya untukku
Oh kuserahkan segala
Biar rakyat berteriak
Ah aku sungguh
Segalanya kamu
Aku penguasa peler
Keputusan di tanganku
Engkau satu kuperjuangkan
Demi nusa dan bangsa hasratku
Ah sayang kita ke ranjang
Kita berlayar
Biarlah nelayan kehabisan tangkapan
Yang penting indehoy
Ah sayang kita di sofa saja
Kita membajak
Biarlah petani kehabisan lahan
Asal kita asoy
Akulah penguasa pelermu
Aku bersumpah demi peler
Akan kutunjukan keperkasaan padamu
Memungut pajak atau membuat undang-undang
Atau memecat pejabat atau menjual asset-aset negara
Iman sudah kuikat erat pada pelermu
Takan tergoyahkan walau badai melanda
Walau aceh menuntut merdeka
Juga dimana-mana
Walau pulau-pulau dan sipadan ligitan terbang
Walau teror mendar-der-dor kita
Oh indahnya pelermu
Melebihi Nusantara
Hutan belantara Sumatra
Atau Kalimantan, pasir putih pantai Bali,
Budaya Jawa, atau adat istiadat Irian Jaya
Kau mengguncang jagat intelektualitasku
Membakar nafsu birahiku
Oh peler nahkodaku
Aku siap menerima perintah
Apakah harus menjual bangsaku
Apakah harus ngutang bank dunia
Apakah harus menipu rakyat jelata
Ini kejayaan kita
Mari kita keruk sumber daya yang ada
Katakanlah pelerku
Katakanlah dengan lantang
Aku rela diperkosamu
Seperti tenaga kerja wanita kita
Seperti buruh kita dari malayasia dan luar negara
Atau seperti perempuan Aceh melawan perlakuan tentara
Atau seperti gadis tionghoa pada mei 1998
Asal jangan menuntut kenaikan upah
Asal jangan menuntut kesejahtraan
Asal jangan menuntut pelayanan kesehatan
Asal jangan minta turunkan harga sembako
Asal jangan minta turunkan harga BBM
Asal jangan hapus dwifungsi militer
Kamu tahu inilah harta milik kita
Oh peler idolaku
Aku tak kuasa berpaling darimu
Kita ditakdirkan bersatu
Peduli apa motifasimu
Aku tersungkur sudah dipenghulu
Aku tak kuasa pada kerakusan dan keganasanmu
Walau sesungguhnya aku tak suka
Tapi kenikmatan kujalani juga
Walau sesungguhnya menyiksa
Oh pelerku sayang
Aku berada dalam penjaramu
Aku puas digagahimu
Beratus bahkan beribu kalipun
Semalam
Aku pasrah
Kutagih bila ku rindu
Kumarah bila kau lesu
Aku sadar sekadar sadar
Kekuatanmu tidak lagi prima
Kau beranjak renta seperti juga indonesiaku
Tapi jangan khawatir
Sekarang kan ada pil viagra
Atau kuku bima seperti juga bank dunia
Kau akan pulih seperti semula
Kala perjaka
seperti juga semangat perjuangan tahun ‘45
Peler lucu pujaan hati
Harus kubawa ke mana kerajaan ini
Haruskah ku tenggelamkan layaknya Sriwijaya
Haruskah kujunjung layaknya Amerika Serikat
Atau mengalir saja seperti keruhnya sungai Musi
Oh peler kusir pikir semata
Kehausanmu akan dunia membuatku buta
Kelaparanmu akan kekuasaan menciptakanku
Senjata dan bala tentara
Jangan saja janjimu luntur
Karena kuasaku
Kau suka sudah pasti aku setuju
Hanya pelermu yang kumau
Apapun resikonya
Oke- oke saja
Biar banyak pengangguran
Biar rakyat miskin kelaparan
Biar banyak demonstrasi
Biar banyak korupsi kolusi nefotisme dan manipulasi
Biar banyak aborsi dan ekstasi
Aku tidak perduli
Prek
Ya prekkkk
Pelermu yang kumau
Titik
Yang utama pelermu tidak jajan kemana-mana
Apalagi pada pramuria
Pelermu milikku
Jadi hanya berlabuh di pantaiku
Oh peler yang manis
Kekuasaanku tergantung padamu
Kau menjajah kaumku
Bila aku berpaling darimu
Kekuasanku hilang makna
Apa kata anak cucu
Mencoreng tahi di muka
Sedang kau punya ketajaman
Mencuri waktu dariku
Ke rumah bordil
Pelermu dikawal pengawal
Dengan ekstra ketat
Dan dana tutup mulut
Oh pelerku yang berwibawa
Tak mampu mengikuti jejakmu
Sesungguhnya ingin melakukannya
Bagaimana caranya
Impossible
Kadang aku juga bosan denganmu
Ingin melacur
Saat hasrat kekuasaanku meninggi
Libido menguasai kekuasanku
Ih kubayangkan peler di kamar mandi
Dengan sikat gigi
Pelerku
Indahnya kita bersama di mata dunia
Sejoli yang perkasa
di tangan kita segala kuasa
Ke mana-mana yang disuka bisa, mudah, lancar dan cepat
Ah pelerku
Apa lagi yang belum dirasa
Sudah semua
Inilah surga kita
Bajingan tengik tak mampu menjamah
Perampok ulung tak bernyali lagi
Algojo siap siaga kuasa kita
Kita merem ia melek
Kita tamasya ia berjaga-jaga
Kita berjalan ia pegang senjata
Ia selalu di belakang kita
Oh peler hanya satu kamu
Apa gerangan yang kau khawatirkan
Apa gerangan yang kau pikirkan
Apa gerangan yang kau takutkan
Apakah dunia pendidikan kita yang maju mundur
Apakah penduduk yang semakin pintar
Apakah lemah syahwatmu itu
Ah
Tidak mungkin aku memuaskan dengan sikat gigi selalu
Aku butuh peler baru
Yang orsinil bila perlu
Tapi kamu pasti tidak setuju
Sebaliknya pasti kamu memuaskan hawa nafsu
Walau aku cemburu
Pasti kamu cucuk sini cucuk situ
Jika aku tidak mampu
Aku ragu akan kesetiaanmu
Mana ada peler punya mata
Ia punya rasa
Oh pelerku
Aku takluk padamu
Asal jangan duakan milikku
Aku rela jadi kerbaumu
Kaulah gembalaku
Riwayatku ada padamu
Berapa repelita kau suka
Pelermu penguasa kekuasaanku
Pelermu pemimpin bangsaku
Kau pahlawan Ordeku
Peleeeeerku yang romantis (rokok makan gratis)
Masih panjang perjalanan kita
Dari sabang sampai merauke
Berjajar pulau pulau
Semua tetap mendukung kita
Kendali kupegang
Kau pegang kendali
Coblos gambar symbol raksasa
Oh pelerku yang perkasa
Siapa yang tak tunduk padamu
Seluruh mata tertuju padamu
Kau kebarat
Mereka ke barat
Kau ke timur
Mereka ke timur
Kau ke utara
Mereka ke utara
Kau ke selatan
Mereka ke selatan
Ah pelerku yang bijaksana
Aku ingin sekali berontak padamu
Mengapa aku tak kuasa
Apakah aku tak tega
Apakah aku terbiasa
Apakah aku tak bertenaga
Barangkali ilmu peletmu bekerja sempurna
Jangan-jangan rakyat kena peletmu
Jangan-jangan aku bekerja karena peletmu
Jangan-jangan peletmu pelermu
Pelermu peletmu
Bagaimanapun kekuatan peler cukup berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kekuatan peler tidak akan terkalahkan oleh senjata tercanggihpun. Kekuatan peler harus diimbangi dengan iman dan takwa. Apabila dalam kamus besar Indonesia ada pelernya, maka negara kita akan lebih maju. Apalagi setelah ditinjau ulang nanti, Kelentit pun tidak ada, maka ini akan mengganggu eksistensi gender. Jangan sampai diskriminasi itu terjadi dalam kamus besar Indonesia. Sepertinya diskriminasi itu akan terus berlangsung. Sebelum kamus besar Indonesia memiliki peler.
Benar dugaanku, Kamus Besar Indonesia tidak ada pelernya yang ada kata Pelir. Pe.lir n kemaluan laki-laki; zakar; Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hal. 846. Dan kelentit ternyata ada tetapi yang kumaksud bukan (1.) Ke.len.tit n daging atau gumpal jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva (lubang pukas). (2.) ke.len.tit n tumbuhan rumput, biasa digunakan untuk obat, KBBI, hal. 532.
Sesungguhnya apa yang kumaksudkan tidak bisa terditeksi oleh kamus sebesar apapun. Sesungguhnya kamus itu berada dalam hati nurani. Mari kita gali hati nurani mencari peler yang terkubur, orang yang mendapatkannya pertanda orang yang telah dibukakan pintu hatinya.
Palembang, Januari 2003
Sabtu, 24 Oktober 2009
Langganan:
Postingan (Atom)