Sabtu, 27 November 2010

PANTUN MEMANTUN HAMDI AKHSAN

HAMDI AKHSAN

PANTUN JELANG RAMADHAN


ikan pelikan memakan tuba,

tapi ikan dalam perigi,

Bulan ramadhan segera kan tiba,

berkurang umur setahun lagi.





Petang-petang pergi ke taman,

tamannya indah rapi dan bersih.

Puasa bagi orang beriman,

bagai menyambut datangnya kekasih.



Jembatan patah jalannya putus,

dilanda dahsyat air mengalir.

Jalani ramadhan dengan tulus,

bagaikan bayi yang baru lahir...



Jelatang pohon yang tak berduri,

seperti kudis gatal melanda.

Jadikan siang menahan diri,

malampun habis untuk ibadah.



Sepuhan emas bukan suasa,

dipakai orang berhias diri.

Sebelum mulai hari puasa,

bersihkan hati bermaaf diri.



Bahan pulut dari kendari,

dipakai tangkap burung piaraan.

Menahan mulut disiang hari,

malam diisi baca alquran.



‎Sabang tetangga dengan malaysia.

rakyatnya baik berbudi santun.

Abang hanya orang biasa,

mengajar fisika senang berpantun.



Orang aceh pergi berjihad,

tinggalkan keluarga beserta harta.

Bukanlah remeh pantun sahabat

terpenggal rasa berisi kata.



Orang dusun pergi haji,

membawa ikan dan sambal basah ,

Kata tersusun rapi terpuji,

itulah tanda budi bahasa.



Tertegun paman depan beranda,

hatinya sedih burungnya mati.

Ciumlah tangan ayah dan bunda,

agar ramadhan jadi berarti.



Orang ogan pergi menuba,

ikannya mati anaknya mati,

Bulan Ramadhan segera kan tiba,

jadikan ia penerang hati.



Menebang buluh untuk belandar,

buluh disusun di pinggir jalan.

Moga bertemu Lailatul qodar,

agar berbalas seribu bulan.



PANTUN NASEHAT SIANG



Tebing terban longsor pun tiba.

hilanglah rumah kebun binasa.

Ketika uban mulai bertambah,

pertanda umur dekati masa.



Benderang hilang mentari redup,

habislah siang malampun datang.

Ramadhan penerang hati yang hidup,

memberi bekal diri sebatang.



Orang dahulu pernah berpesan,

teteskan mata kala berpinta.

Agar Allah beri kasihan,

dihari kelak tak menderita.



Berandai-andai bukanlah pesan,

karena bisik dari sang iblis.

Orang yang pandai pantunnya lisan,

tapi mamang cuma menulis.



Beras solok masaknya basah,

enak dimakan enak dibubur.

Beramu kata halus terasa,

nasehat dapat hati terhibur.



Pahlawan Melayu itu Hang Jebat

tegaknya gagah pegang bendera.

Pantunku ini tidaklah hebat,

bak setetes air ditengah samodra.



Mencari ikan dalam telaga,

ditiup angin layar berkibar.

Menahan lapar serta dahaga,

berbuah pahala menambah sabar.



Orang melayu pergi ke Mekkah,

belajar ilmu pulang kembali.

Mata yang sayu allah kan suka,

Haus dan lapar akan dibeli.





PANTUN ANAK JUMAT.

Anakku...

Habis cangkir muncullah gelas,

minum digelas jangan dijilat.

Hari sudah pukul sebelas,

sebentar lagi kita kan sholat.





Wadah kendi simpan dibalai,

airnya dingin mirip selasih.

Pergi mandi janganlah lalai,

biar badanmu sehat dan bersih.



Perigi dicampur bahan obat,

agar penyakit tidak bersemi.

Pergilah sholat jangan terlambat,

doakan selalu ayah dan umi.



Belibis singgah di pohon cermin,

tepi hinggapnya runtuhlah bulu.

Sehabis jumat jangan bermain,

tapi gantilah baju dahulu.



Indah misai si tukang jamu,

memakai berkap diseterikakan.

Setelah selesai ganti bajumu,

ambillah piring pergilah makan.



Keladi dimakan anak tempua,

setelah tak ada makanan lain

Ketika makan bacalah doa,

setelah itu baru bermain.





PANTUN PERSAUDARAAN.





Terkulai patah si batang sukun,

ikutlah roboh pohon paria.

Wahai sahabat penggemar pantun,

mari bersahut gembira ria.



Ranting kemumu gugur setangkai,

tumbuh kembali di musim semi.

Saling bertemu kata dirangkai,

agar tersambung silatu rahmi.



Meramu rotan dibuat tali,

diikat kuat ke batang ara.

Mari dijaga budaya asli,

agar bersatu se nusantara.




Pualam licin jalan dituntun,

bila terjatuh bisa terluka.

dimalam sepi kutulis pantun,

penghibur hati penghilang duka.



Bulan terang hilangnya pagi,

walau pun pada bulan purnama.

Didalam senang kita berbagi,

ketika sedih kita bersama.



Pergi berladang ke tanah tinggi,

padi ditanam dimakan kera.

Dalam lapang kita berbagi,

berbagi pada sesama saudara.



Orang ulu pergi berdagang,

membeli baki menjual para.

Sejak dahulu orang berdendang,

menghibur hati mengusir lara.



Menyeberang ke huma di ulu kedatun,

sambil menjala dapatlah patin.

Berbagi bersama di dunia pantun,

tajamkan rasa kuatkan batin.



Anak elang tinggal di tebing,

tebingnya terjal di gunung sunyi.

Sambil bergandeng saling membimbing,

niscaya pantun indah berbunyi.



Durian jatuh harum baunya,

diambil malam dikupas pagi.

Beragam pantun indah bunyinya,

beruntai kata kita berbagi.



Serangga malam keluar larut,

pergi bersama seia sekata.

Karena malam semakin larut,

kita berdoa pejamkan mata.





Terbang pagi burung pelatuk,

menuju ke arah hembusan angin.

Bangun pagi mata mengantuk,

mengambil wudhu menembus dingin.



Alangkah hitam si burung gagak,

tampak sendiri hinggap di bilah.

Ambillah takbir berdiri tegak,

hadapkan diri kepada Allah.



Terlalu rendah sangkar tempua,

diatas tanah bisa dicari.

Sehabis subuh mari berdoa,

agar berguna usia diri.



Pergi ke ogan bawa telasan,

dipakai orang tuk mandi pagi

Dunia ini bagai hiasan,

hadir sebentar dilepas lagi.



reduplah cahya di tanah bengali,

karena hilangnya adab yang santun.

hidup didunia hanya sekali,

tinggalkan amal seribu tahun.



Dari bindu ke Raksa Jiwa,

pergi berhanyut menarik arat.

Rindunya rasa rindu dijiwa,

kelak kan jumpa di alam akherat.



Bukanlah tuba tapi selasih,

dipakai makan tuk lalap nasi.

Ramadhan tiba bagai kekasih,

ketika pergi kan ditangisi.



Gugur-gugurlah sendayang patah,

jangan menimpa sarang seriti,

.Sabar-sabarlah dan jangan patah,

sebentar kita sudah kan mati.



Berkebun lada di sekapak,

mengambil lada mesti berdiri.

Bertanya ananda kabar bapak,

susah senang telan sendiri.



Sibuk berkicau burung titiran,

tak sadar sayap terkait duri.

Fesbuk cuma untuk hiburan,

lupakan sejenak penatnya diri.



Burung dikenal karena kicauan,

suara indah jika berbunyi.

Sholat itu untuk pakaian,

agar hidup selalu dilindungi.





PANTUN NASEHAT





Bunga sekuntum disiram ujan,

indah rupanya harum niscaya.

Sekali lancung dalam ujian,

seumur hidup orang tak percaya.



ingin kuambil bayam seikat,

ditaruh apik dalam bungkusan.

Hidup mulia karena sifat,

jadi kenangan jadi tangisan.



Pergi ke pekan di negeri lintau,

belilah sebungkus kue bika.

Jadikan bekal dalam merantau,

buatlah orang menjadi suka.



Ke Pariangan di malam buta,

naik kereta membawa barang.

Ringankan tangan rendahkan kata,

niscaya jadi kenangan orang.



Kalau tuan pergi ke surau,

jangan lupa bersihkan diri,

agar senang bapak penghulu.

Kalau tuan pergi merantau,

Sanak cari saudarapun cari,

induk semang cari dulu.



Mengayuh biduk hendaklah pintar,

agar tak miring arah biduknya.

Banyak merunduk tidaklah sukar,

pintar berakal banyak gunanya



Ahli bertukang orang meranjat,

yang pandai besi di tanjung dayang.

Orang yang tua harus dihormat

yang muda juga tetap disayang.



Belajar mengaji ke sungai pinang,

balik sebentar ke tanjung gelam.

Budi yang baik akan dikenang,

berita buruk mesti dipendam.



Terbang keluang di malam buta,

Kembali lagi fajar menjelang.

Berhati-hati dalam berkata,

lenturnya lidah tidak bertulang.



Belokan tajam setirnya patah,

-hati banyak plesetan.

Eloknya budi diujung kata,

eloknya sifat di perbuatan.



Membuat wajik ketan direndam,

separuh lagi dibuat bipang.

Perbanyak maaf lupakan dendam,

niscaya dunia terasa lapang.



enak rasanya buah keluih,

dimasak dengan panasnya arang.

Pabila pandai meniti buih,

selamat badan ke seberang.



Orang palembang pandai bertenun,

kain dipintal darilah benang.

Sekarang banyak orang berpantun,

membuat mamang menjadi senang.



Pohon kuini tiada berduri,

dipotong panjang dibelah tiga.

Nasehat ini untuk sendiri,

bila berguna ambillah juga.



Janur kelapa untuk kenduri,

dibentuk indah dengan peniti.

Bertambah umur bijaklah diri,

agar selamat diakhir nanti.



sikejut tumbuh ditepi sumur,

akarnya dalam tanahnya lekat.

Berlanjut hari bertambah umur,

mogalah sabar makin melekat.



Inderalaya 28 November 2010

Al Faqir





Hamdi Akhsan