Jumat, 06 November 2009

SEKOLAH GRATIS

SEKOLAH GRATIS

Andreas T Wong

Hebat..
Luar biasa
inovatif
....................

Yang dak setuju
silakan angkat kaki
semua..........
harus setuju
semua..........
harus mendukung...
semua,,,,,
semua,,,,,
semua,,,,,

salut untuk dirimu
Gubernurku...
bangsa ini harus dicerdaskan
dak perduli dari mana dananya

.......................................
mungkinkah langeng pak..........

Andreas T Wong, seorang Pendidik di Palembang

Batu megalit berbetuk gong di Pagaralam


Jumat, 6 November 2009 | 18:35 WIB

PAGARALAM, KOMPAS.com — Batu megalit berbetuk gong ditemukan di areal perkebunan Dusun Atungbungsu, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan (Sumsel), Jumat (6/11).

Kepala Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kota Pagaralam Syafrudin mengatakan akan melakukan pembebasan lahan di sekitar lokasi penemuan batu megalit tersebut, setelah itu baru dilakukan pemagaran.

Menurut dia, banyak batu megalit yang ditemukan di Pagaralam, bahkan sebagian sudah dilakukan pelestarian dengan memagar keliling.

Pemkot Pagaralam belum memiliki lembaga khusus untuk melakukan pendataan atau menyelusuri berbagai benda bersejarah, seperti megalit dan arca.

"Namun, di lokasi ditemukannya gong batu ini akan dibangun daerah wisata kebun buah terbesar di Kota Pagaralam dengan lahan sekitar 100 hektar. Nantinya kami akan melibatkan penduduk setempat untuk mencari dan membantu memelihara, jika ditemukan lagi benda bersejarah di daerah lain," katanya.

Warga Kecamatan Dempo Selatan Amrullah mengatakan, batu megalit berbentuk gong berukuran lima kali drum minyak isi 100 liter itu ditemukan lima kilometer dari Dusun Atungbungsu, satu kilometer dari lokasi pembangunan lapangan terbang.

Megalit yang bila dipukul akan mengeluarkan suara seperti gong itu berbentuk bundar lonjong dengan tinggi satu meter, lebar dua meter dan panjang lima meter ditemukan di kebun kopi milik warga setempat.

"Diperkirakan batu megalit itu sudah berumur ribuan tahun, dengan kondisinya masih utuh, namun posisinya sudah bergeser ada indikasi akan dipindahkan ke tempat lain," katanya.

Daerah tempat penemuan batu megalit itu dulu merupakan belukar, tetapi oleh pemiliknya dibersihkan lalu dibuat kebun kopi.

Karena kurang memahami, batu tersebut mengandung nilai sejarah tinggi, batu itu dibiarkan telantar. Setelah pihak Pemkot Pagaralam datang, baru diketahui batu itu ternyata megalit.

"Memang di Pagaralam terdapat cukup banyak megalit peninggalan zaman dulu, namun pemeliharaannya masih belum dilakukan secara baik," kata dia lagi.

BNJ
Sumber: Kompas

Minggu, 01 November 2009

PERUPA MEDAN GELAR KARYA

KESENIAN
Delapan Perupa Gelar Karyanya

Senin, 2 November 2009 | 03:41 WIB

Medan, Kompas - Delapan perupa Medan menggelar karyanya untuk korban bencana gempa di Sumatera Barat. Semua karya tersebut dilelang yang hasilnya disumbangkan kepada korban bencana. Rencananya, gerakan positif ini akan berlanjut ke lokasi lain.

”Pameran ini kami gelar sebagai bentuk solidaritas seniman Medan. Kebetulan sejumlah perupa dan pengusaha mempunyai visi yang sama,” tutur pemrakarsa pameran, Dedy F Moningka, Minggu (1/11), ditemui di lokasi pameran.

Delapan perupa itu adalah Rein Asmara, Dimardi Abas, Wan Saad, Endra, Audi, Rasinta Tarigan, Oncont Moelyono, dan Yoesrizal. Mereka memamerkan 23 karya lukis, delapan lukisan di antaranya dilukis langsung di lokasi pameran. Pameran ini berlangsung sejak Jumat (30/10) sampai Minggu (1/11) di Lantai Empat Sun Plaza, Medan.

Para perupa sengaja melukis sebagian karya mereka di lokasi pameran untuk memancing pengunjung agar lebih bisa berinteraksi dengan perupa. Meski tak satu pun pelukis berasal dari Minangkabau, hampir semua tema lukisan mengambil obyek budaya Minangkabau, seperti penari dan rumah adat.

Salah satu lukisan karya Wan Saad berjudul Ranah Minang. Lukisan ini menggambarkan lansekap pemandangan indah di Sumatera Barat. Dia menampilkan secuil keindahan tersebut melalui lukisan rumah adat di sekitar persawahan, dengan latar belakang ngarai. Lukisan ini mengingatkan pada pemandangan indah di Ngarai Sianok di Bukittinggi. Lukisan naturalis ini dibeli seorang pengusaha perempuan asal Medan.

Begitu pun dengan lukisan Rein Asmara berjudul Minangkabau. Pelukis senior ini ingin menyampaikan kepada penikmat seni betapa kayanya adat dan budaya Minangkabau. Hal ini disampaikan melalui lukisan seorang perempuan dengan pakaian adat, binatang kerbau, dan rumah adat. Adapun perupa Endra menampilkan karya berjudul Singkong Kaligrafi. Perupa yang selalu mengeksplorasi singkong sebagai obyek lukisan ini ingin menyampaikan dahsyatnya bencana gempa di Sumatera Barat.

Panitia semula mengundang 20 perupa, tetapi dari jumlah itu, delapan perupa yang sanggup menggelar pameran. Hal ini, tutur Dedy, semata-mata karena persoalan teknis. ”Sebagian pelukis tidak bisa menyiapkan karya dalam waktu singkat. Semestinya, persoalan ini bukan menjadi alasan untuk berbagi,” tutur seniman muda, Endra.

Sampai hari Minggu sore, lima lukisan telah terjual dengan nilai Rp 5,3 juta. Pelelangan berlangsung seperti lelang pada umumnya.

Para pembeli lukisan berasal dari aneka ragam latar belakang, seperti politisi, pengusaha, dan masyarakat biasa.

Panitia juga menyediakan jasa sketsa wajah kepada para pengunjung. Pengunjung memberi penghargaan kepada penyumbang bencana dengan sebuah sketsa wajah jika nilai sumbangannya Rp 100.000 per lukisan. (NDY)Sumber: Kompas

Pameran Bersama 600 Seniman

25 TAHUN ISI
Pameran Bersama 600 Seniman

Senin, 2 November 2009 | 02:51 WIB

Jakarta, Kompas - Sebanyak 600-an seniman terpilih—semuanya merupakan alumni Institut Seni Indonesia Yogyakarta—menyatakan kesediaan untuk ambil bagian dalam Pameran Besar Seni Visual Indonesia dalam rangka peringatan 25 Tahun ISI Yogyakarta, di Jogja Expo Center Yogyakarta, 25-30 November mendatang. Pameran bertajuk ”Exposigns 25 Th ISI-Jogja”.

Peserta sebanyak itu merupakan pilihan dari sekitar 5.000 alumni ISI yang lulus sejak ISI didirikan pada 1984 hingga sekarang. Para kurator, yaitu Suwarno Wisetrotomo, Mikke Susanto, Sudjud Dartanto, Kuss Indarto, dan A Gede Arya Sucitra, semula memilih 2.000-an nama. Jumlah ini kemudian diciutkan lagi hingga tinggal 600-an nama untuk disesuaikan dengan venue.

Di antara nama-nama terpilih, sesuai keterangan Ketua Pelaksana Pameran KRMT Indro Kimpling Suseno di Jakarta, Sabtu (1/11) malam, terdapat Putu Sutawijaya, Entang Wiharso, Ivan Sagito, Bunga Jeruk, Heri Dono, Nyoman Gunarso.

Kecuali seniman lukis, pameran yang disebut-sebut sebagai ”terbesar di abad ini” juga melibatkan seniman patung, grafis, desain interior, kriya, fotografi, audio visual, transmedia, dan seni penampil. Nama-nama seniman nonlukis antara lain Risman Marah, Anusapati, Noor Ibrahim, Komroden Haro, Timbul Raharjo, dan Yudi Sulistyo. Karya lukis almarhum Affandi dan karya patung almarhum G Sidharta Soegijo juga ditampilkan.

Menurut Indro Kimpling, bersamaan pameran juga terselenggara berbagai workshop, di antaranya workshop seni patung, fotografi, grafis, lukis, dan desain komunikasi visual.

ISI Yogyakarta adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi seni negeri yang berstatus perguruan tinggi penuh dan memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pendidikan sampai ke jenjang tertinggi. ISI Yogyakarta dibentuk atas keputusan presiden tanggal 30 Mei 1984. (POM)Sumber: Kompas